Beranda | Artikel
Hukum-Hukum Pelaksanaan Jenazah
Selasa, 20 April 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Mubarak Bamualim

Hukum-Hukum Pelaksanaan Jenazah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 08 Ramadhan 1442 H / 20 April 2021 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Hukum-Hukum Pelaksanaan Jenazah

Pembahasan kita masih berkaitan dengan hukum-hukum pelaksanaan jenazah. Dan telah kita bahas pada pertemuan yang lalu hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk menemui putra beliau (yaitu Ibrahim bin Muhammad) yang berada dalam keadaan sakaratul maut. Ketika beliau melihat keadaan putranya, berlinanglah dua mata air Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka ‘Abdurrahman bin ‘Auf mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Apakah engkau juga menangis Wahai Rasulullah?” Maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يا ابْنَ عوْفٍ إِنَّها رَحْمةٌ

“Wahai Ibnu ‘Auf, sesungguhnya tangisan itu adalah rahmat.” Beliau mengucapkan kalimat ini yang kedua kalinya. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ والقَلْب يَحْزَنُ ، وَلا نَقُولُ إِلا ما يُرضي رَبَّنا وَإِنَّا لفِرَاقِكَ يا إِبْرَاهيمُ لمَحْزُونُونَ

“Sesungguhnya mata berlinang karena air mata, dan hati merasa sedih, dan kami tidak mengucapkan kecuali kalimat yang menjadikan Rabb kami ridha, dan perpisahan kami darimu wahai ibrahim, benar-benar sedih.”

Hadits ini telah dijelaskan pada pertemuan yang lalu, bagaimana rahmat dan kasih sayang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap putranya. Dan beliau sebagai seorang manusia, yang juga memiliki rasa sedih, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menangis, hati beliau berduka dengan wafatnya putra beliau.

BAB 154 – Bab Tentang Menahan Lisan Dari Membicarakan Sesuatu Yang Dilihat Pada Mayat

Kita masuk ke  باب الكف عما يرى من الميت من مكروه  (Bab menahan lisan dari membicarakan sesuatu yang dilihat pada mayat).

Yang namanya manusia, bagaimanapun ada hal-hal yang tampak pada dirinya ketika meninggal. Maka orang yang melihat aib atau cacat yang ada pada mayat tersebut, diperintahkan untuk menahan lisannya dari menceritakan kepada orang lain, diperiintahkan untuk menutupi aib dan cacat pada orang tersebut.

Adapun hadits yang dibawakan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam bab ini adalah:

“Dari Abu Rafi’ Aslam maula (mantan budak) yang dimerdekakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ غَسَّل ميِّتاً فَكَتَمَ عَلَيْه ، غَفَرَ اللَّهُ له أَرْبعِينَ مرَّةً

“Barangsiapa yang memandikan mayat, lalu dia menutupi atas aib dan cacat yang ada pada mayat, niscaya Allah akan mengampuninya 40 kali.” (HR. Hakim, shahih sesuai syarat Imam Muslim)

Hadits ini menjelaskan kepada kita keutamaan orang yang memandikan jenazah, lalu dia melihat ada cacat pada jenazah tersebut, hal-hal yang tidak mungkin dikatakan ada pada mayat itu, kemudian dia menutupi, dia tidak menceritakan kepada siapapun. Fadhilahnya adalah dia akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala 40 kali.

Subhanallah, suatu keutamaan yang besar, yang diberikan Allah kepada orang yang yang mampu menutupi aib dan cacat yang dilihatnya pada mayat ketika memandikan mayat tersebut.

Dan kita telah mengetahui tentang fadhilah seorang yang menutupi aib orang lain. Di antaranyaa hadits-hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Secara umum, dalam kehidupan seorang muslim yang dia melakukan sesuatu, kemudian kita membuka aib orang itu, maka Allah akan menutupi aib kita di hari kiamat kelak, bahkan di dunia.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

“Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lain di dunia ini, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)

Subhanallah.. Satu keutamaan yang benar. Setiap orang mempunyai aib, setiap orang mempunyai cacat, tidak ada manusia sempurna kecuali Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu apabila seorang mengetahui cacat dan aib seseorang, hendaknya dia menutupinya, apalagi seorang yang telah meninggal. Mungkin pada fisiknya ada sesuatu, ketika dia tidak bisa menutupi yang ada pada dirinya karena dia seorang mayat, maka kewajiban orang yang hidup apalagi yang memandikannya adalah untuk menutupi aib tersebut.

Hadits ini memberikan sugesti kepada seseorang, apalagi orang yang mengetahui tata cara memandikan jenazah, maka jangan dia zuhud dalam hal untuk mendapatkan fadilah ini. Karena ada sebagian orang yang dia punya ilmu, tahu tentang bagaimana memandikan jenazah, tetapi tidak mau melakukannya. Bahkan terkadang diberikan kepada orang-orang yang tidak paham. Padahal memandikan jenazah dengan menutupi aib yang ada pada jenazah itu fadilahnya amat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ini juga mengandung perintah dan anjuran untuk ikhlas di dalam memandikan jenazah, tidak mengharapkan sesuatu dari dunia ini, tidak mengharapkan materi atau pujian di dunia ini.

Hadits ini juga menjelaskan kepada kita tentang kehormatan seorang muslim baik ketika dia masih hidup maupun setelah meninggal, dia tetap memiliki kehormatan yang wajib untuk dijaga kehormatan tersebut. Ini keutamaan seorang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Simak faedah-faedah lain yang terdapat dalam hadits yang agung ini. Mari download dan simak mp3 kajian kajiannya.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50114-hukum-hukum-pelaksanaan-jenazah/